Sabtu, 31 Mei 2014

SERAT AGEL

Produk kerajinan berbahan serat alami makin banyak peminat. Keunikan bahan dan model mengundang pembeli. Seperti produk kerajinan dari serat agel. Di Yogyakarta, serat dari pohon gebang ini dibuat tas, topi, dan berbagai bentuk lain. Tak hanya diminati konsumen lokal, produk serat agel diekspor ke berbagai negara.


Kerajinan berbahan dasar serat alami kian diminati. Tidak hanya di pasar lokal, kerajinan tangan ini juga diminati konsumen luar negeri. Salah satu serat yang digunakan untuk bahan baku kerajinan adalah serat agel.

Serat agel didapatkan dari daun pohon gebang. Ini adalah salah satu varian pohon palem. Serat pohon gebang dipakai untuk bahan pembuatan berbagai produk fesyen seperti tas, topi, dan dompet, karpet, tempat bantal dan taplak meja.

Salah satu sentra produksi serat agel ada di Yogyakarta. Selain unik dan klasik, produk anyaman serat agel juga ramah lingkungan. "Produk saya, 80% dipasarkan ke luar negeri," tutur Susmirah, pemilik Jogjavanesia Craft.

Beberapa pasar ekspor yang Susmirah rambah adalah Denmark, Taiwan, Jepang, Malaysia, Singapura, Australia, Belanda, Thailand, dan Amerika Serikat.

Tak pelak krisis ekonomi global menurunkan nilai omzet Susmirah. Jika pada tahun 1998, setiap minggu Susmirah mampu mendapat omzet hingga Rp 70 juta, kini omzetnya hanya Rp 50 juta per bulan. "Beda saat krisis ekonomi tahun 1997, produksi kita malah meningkat," ujar perempuan yang sejak umur 14 tahun menekuni kerajinan serat agel ini.

Pemain lain adalah Alwan Mukarom dan Choripulanto. Mereka juga menekuni usaha kerajinan serat agel. Alwan adalah pemilik Djogja Souvenir, sementara Choripulanto memiliki rumah produksi Kasih Craft.

Alwan memulai usaha kerajinan serat agel sejak tahun 1990-an. Saat ini, ia sudah mengembangkan pemasaran hingga ke Jamaika dan Malaysia. "Sekali ekspor, kita bisa mengirim hingga 15.000 item," katanya.

Sedangkan Choripulanto masih mengandalkan pasar lokal, seperti Sumatra dan Kalimantan. Walau begitu, ia mengaku setiap bulan mampu mendapatkan omzet Rp 60 juta. Sayangnya, nilai omzet menurun sejak bencana meletusnya Gunung Merapi.

Sejak bencana alam itu, pesanan tas berbahan serat pohon agel belum kembali normal. "Saya kehilangan hampir 50% pesanan," kata Choripulanto.

Menurutnya, pohon gebang menjadi pilihan dalam pembuatan aneka kerajinan karena pohon ini memiliki ranting kuat dan warna alami. "Asal kulit pohon tidak ada atau bersih, bisa digunakan untuk anyaman," Choripulanto menjelaskan.

Proses pembuatan kerajinan dari serat agel cukup panjang. Hal pertama yang kudu dilakukan, adalah mencari bahan baku serat dari pohon gebang yang banyak terdapat di Yogyakarta. Menurut Choripulanto, untuk membuat satu tas membutuhkan sekitar satu kilogram (kg) ranting pohon gebang. Setelah ranting pohon gebang dipilih, ranting lantas dicuci untuk menghilangkan getah. Setelah itu, ranting harus dijemur.

Proses penjemuran memakan waktu sehari. Penjemuran dilakukan untuk membuat ranting lebih lentur. Setelah kering, baru masuk dalam proses pewarnaan dan pembuatan model tas.

Untuk model, Choripulanto lebih banyak memakai model rumah Minang, kotak, bentuk sofa dan motif bunga. "Ini memang yang paling banyak dicari," katanya. Setelah pemilihan model, langkah selanjutnya adalah proses menganyam.

Satu produk tas agel membutuhkan waktu sekitar satu hingga tiga minggu untuk menganyamnya, tergantung motif. Dalam proses itu dibutuhkan ketelitian dan kesabaran. Setelah dianyam dan berbentuk seperti yang diinginkan, masuk tahap finishing dengan pemasangan resetling, puring dan kancing

Tidak ada komentar:

Posting Komentar